Minggu, 13 Desember 2015

Makalah Tafsir Qur'an



MAKALAH TAFSIR
AYAT-AYAT TENTANG GENDER

DISUSUN OLEH:
MARGIANTI              (13270058)

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. LISTIAWATI, M.H.I

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
PALEMBANG
2013


KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, puji syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahakan petunjuk, bimbingan dan kekuatan sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat sebagai salah satu bahan belajar dalam mata kuliah TAFSIR yang insyallah berguna dalam membantu proses belajar mahasiswa. Makalah ini akan membahas TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG GENDER.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk menyajikan makalah yang baik, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis  mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa. Amin

                                                                        Palembang,    APRIL, 2014
                                                                        Penulis

                                                                         (MARGIANTI)












DAFTAR ISI


Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................   i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................   ii
BAB I   PENDAHULUAN...............................................................................................   1
A.      Latar Belakang Masalah..................................................................................   1
B.       Rumusan Masalah............................................................................................   2
BAB II  PEMBAHASAN.................................................................................................   3
A.    SURAT AN-NISA’ AYAT 34.........................................................................   3
B.     SURAT AL-AHZAB AYAT 35......................................................................   9
C.    ASBABUN NUZUL ........................................................................................   13
BAB III  PENUTUP.........................................................................................................   11
A.      Kesimpulan.......................................................................................................   15
B.       Saran.................................................................................................................   15
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Tafsir Ayat-Ayat Tentang Gender yaitu surat AN-NISA’ ayat 34 dan surat AL-AHZAB ayat 35. Surat an-nisa’ ayat 34 yang membahas bahwa kaum laki-laki itu merupakan seorang pemimpin bagi kaum wanita. Sehingga dalam pewarisan kaum laki-laki lah yang mendapatkan bagian lebih banyak dari pada wanita. Karena dari pembagian yang lebih tersebut akan di bagikan kepada wanitanya (istri).
Surat al-ahzab ayat 35 yang membahas tentang sifat-sifat yang dipersamakan. Jika seorang laki-lakinya muslim maka wanitanya pun muslimah, jika laki-lakinya taat maka wanitanya pun akan taat. Jika laki-lakinya memelihara kemaluannya maka wanitanya pun akan menjaga kemaluannya.
Laki-laki dan wanita dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa keduanya itu dalam sifat-sifat yang sama, karna untuk menekankan peranan kaum wanita. Namun allah juga menyebutkan laki-laki untuk ditekankan persamaan. Persamaan dalam segala amal kebijikan yang disebutnya serta dalam ganjaran yang menanti kedua jenis kelamin tersebut, laki-laki dan perempuan.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas atau sedikit menguraikan tafsir ayat-ayat tentang gender yang terdapat pada surat an-nisa’ ayat 34 dengan al-ahzab ayat 35, yang pembahasanya mengenai kaum laki-laki dengan perempuan, dan membahas tentang sifat-sifat yang dipersamakan oleh allah terhadap kaum laki-laki dengan perempuan.


B.   Rumusan Masalah
1.     Apa  arti dan penafsiran dari surat an-nisa’ ayat 34 ?
2.     Apa arti dan penafsiran dari surat al-ahzab ayat 35 ?
3.     Sebutkan asbabun nuzul surat an-nisa’ ayat 34 dan surat al-ahzab ayat 35?














BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir Ayat-Ayat Tentang Gender
          Pengertian secara umum, kata gender itu berasal dari bahasa inggris yang artinya jenis kelamin dan gender memiliki arti secara umum yaitu perbedaan yang tampang antara laki-laki dan perempuan.
A.   Surat AN-NISA’ ayat 34

Artinya :
          “ kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehati-lah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka, kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya allah maha tinggi lagi maha besar.”[1]
          Menurut Qurais bahwa kata ar-rijaal adalah bentuk dari kata rajul yang artinya dengan lelaki. Banyak para ulama yang mengatakan ar-rijaal dalam ayat ini menujukan arti suami. Karena kata ar-rijaalu qawwaamuuna ‘alaa’ an-nisa’, bukan menujukan arti laki-laki secara umum,  karna pernyataan dari ayat di atas   “ karna mereka (para suami) menafkahkan sebagaian harta mereka, yakni untuk istri-istri mereka.”[2]
          Sedangkan menurut Ibnu ‘Asyur dalam tafsirannya sebagaimana yang dikutip oleh Quraish bahwa sepenggalan ayat diatas membahas secara umum tentang yakni pria dan wanita, dan berfungsi sebagai pendahulu dari sepenggalan ayat tersebut. Tentang sikap dan sifat-istri yang salehah. Kata qawwaamun adalah bentuk jama’ dari kata qawwaam yang diambil dari kata qaama. Dalam ayat ini digunakan kata jama’ qawwaamun yang sejalan dengan makna ar-rijaal yang berarti banyak laki-laki, dan dapat diartikan juga dengan pemimpin. Allah swt. Menetapkan lelaki sebagai pemimpin dengan mempertimbangan, yaitu: “Bimaa fadhadhala-llaahu ba’dhahum ‘alaa ba’dh” karna allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, yakni masing-masing memiliki keistimewaan, namun keistimewaan laki-laki lebih menunjung tugas kepemimpinan dari keistimewaan perempuan. Namun disisi lain keistimewaan yang dimiliki perempuan pun  lebih menunjang tugasnya sebagai pemberi rasa damai tenan kepada lelaki, dan lebih mendukung kefungsi untuk mendidik anak serta membesarkan anak-anaknya.
          Menurut Murthadhamuthahhari sebagimana dikutip oleh Quraish yang menyatakan bahwa “lelaki secara umum lebih besar dan lebih tinggi daripada perempuan, suara laki-laki dan telapak tangganya lebih kasar, berbeda dengan suara dan telapak tanggan perempuan, pertumbuhan perempuan lebih cepat dari pada laki-laki,tetapi perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding dengan laki-laki, dan lebih cepat berbicara, bahkan dewasa dari pada laki-laki. Rata-rata bentuk kepala laki-laki lebih besar dari pada perempuan, tetapi jika dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya, sebenarnya perempuan lebih besar. Sedangkan kemampuan paru-paru lelaki menghirup udara lebih besar atau banyak ketimbang perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat dari pada denyut jantung laki-laki. Dengan kata lain bahwa keperluan menciptakan bentuk dan bentuk tentunya disesuaikan dengan fungsi nya.”
          Berdasarkan ayat diatas menurut “Zamakhsyari, alusi dan sa’id hawwa sepakat menyatakan bahwa suami adalah pemimpin terhadap istrinya dalam rumah tangga.”[3] Landasan pendapat mereka adalah ar-rilaal qawwamuna ‘ala an-nisa. Oleh Zamakhsyari kalimat tersebut ditafsirkan dengan yaqumuna ‘ala ar-ri’aya, summu qawwaman lidzalik (kaum laki-laki berfungsi sebagai yang memerintahkan dan melarang kaum perempuan sebagai pemimpin berfungsi terhadap rakyatnya. Dengan fungsi itu laki-laki dinamai qawwam).
          Dengan redaksi yang berbeda Alusi menyatakan hal yang sama dengan Zamakhsyari: ai sya’nuhum al-qiyamu ‘alaihinna qiyama al-wulati ‘ala ar-ra’yati bi al-amri wa annahyi wa nahwi dzalik... (maksudnya tugas kaum laki-laki adlah memimpin kaum perempuan sebagaimana pemimpin memimpin rakyatnya yaitu dengan perintah, larangan dan yang semacamnya....). Sedangkan menurut Sa’id Hawwa menafsirkan hal yang sama persis dengan redaksi Zamakhasyari.
          “Zamakhsyari, Alusi dan Sa’id Hawwa sepakat menafsirkan kata qawwam dengan pemimpin. Atas dasar makna qawwam itulah mereka sepakat menyatakan bahwa dalam rumah tangga suamilah yang menjadi pemimpin bagi istrinya.”[4] Bagaimana Alasan mereka menyatakan kepemimpinan laki-laki yang terdapat didalam ayat tersebut. “bi ma faddhalallahu ba’dhahum ‘ala ba’dh, wa bi ma anfaqu minamwalihim” (oleh allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka).
          Bagi Zamakhsyari mempunyai dua alasan mengapa laki-laki yang memimpin perempuan dalam rumah tangga. Pertama, karna kelebihan laki-laki atas perempuan. Kata ganti hum pada kalimat bi ma faddhalallahu ba’dhahum ‘ala ba’dh. Menurut zamakhsyari  berlaku untuk keduanya laki-laki dan perempuan , dengan demikian ayat tersebut berarti “ oleh karena kelebihan yang diberikan allah kepada sebagian mereka, yaitu laki-laki atas sebagian yang lain yaitu perempuan.” Alasan kedua adalah karena laki-laki membayar mahar dan mengeluarkan nafkah keluarganya.
          Begitu pula dengan Alusi, dia juga mengemukakan dua alasan yang dia istilahkan dengan wahbi dan kasabi. Yang pertama artinya kelebihan yang didapat (given) dari Alla tanpa usaha. Sedangkan kedua berarti kelebihan yang diusahakan. Menurut Alusi, didalam ayat tersebut tidak dijelaskan apa saja kelebihan laki-laki atas perempuan. Hal itu menurutnya mengisyaratkan bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan sudah sangat jelas sehingga tidak memerlukan lagi penjelas terperinci.
          Pandangan Sa’id Hawwa tentang mengapa laki-laki yang memimpin perempuan. Dia menggangap persis dengan pendapat Zamakhsyari. Perbedaannya hanya bersifat reaksional belaka. Nampaknya memang sa’id hawwan itu mengikuti zamakhsyari sepenuhnya, hanya saja dalam hal ini ia menambahkan alasan lain, yaitu kesempatan laki-laki berpuasa lengkap dibulan ramadhan dan sholat setiap hari, berbeda dengan perempuan, kana perempuan memiliki alasan untuk haidh, nifas sehingga tidak bisa melaksanankan  berpuasa dan tidak bisa melaksanakan sholat sepenuhnya.
          Asghar pun menyatakan bahwa pernyataan “ar-rijal qawwamun ‘ala an-nisa’ bukanlah pernyataan yang normatif , tapi pernyataan yang kontekstual”[5]. Karna dia membangaun pendapatnya seperti itu dengan mengunakan argumen struktur kalimat ar-rijal qawwamun ‘ala an-nisa’ tulisnya: al-qur’an hanya menyatakan bahwa laki-laki adalah qawwam (pemberi nafkah atau pengatur urusan keluarga) dan tidak menyatakan bahwa mereka harus menjadi qawwam. Karna dapat dilihat bahwa qawwam adalah merupakan pernayataan kontekstual, bukan normatif. Seandainya al-qur’an menyatakan bahwa laki-laki harus menjadi qawwam, maka ia akan menjadi ebuah pernyataan normatif.
          Zamakhsyari, alusi dan sa’id hawwa sepakat menafsirkan bahwa perempuan perempuan yang saleh (fa ashshalihat), dalam lanjutan ayat ini adalah perempuan-perempuan yang taat (qanitat), melaksanakan kewajiban kepada suam, dan menjaga kehormatan diri serta menjaga rumah tangga dan harta benda milik suami, tatkala para suami tidak berada ditempat (hafizhat lil ghaib) termasuk juga menjaga rahasia suami.
          Namun ada sedikit perbedaan pendapat alusi dengan yang lainnya. Kata qanitat bagi alusi berarti perempuan-perempuan yang patuh pada allah dan suami-suami mereka. Sedangkan Zamakhsyari dan Sa’id hawwa menafsirkan qanitat adalah perempuan perempuan yang patuh kepada suaminya, sebagaimana yang diungkapkan ayat diatas, tanpa menyebutkan terlebih dahulu patuh kepada Allah Swt.
          Oleh karena itu istri mempunyai kewajiban untuk patuh kepada suami sebagai pemimpin rumah tangga, sebagaimana telah disebutkan diatas, maka apabila istri nusyuz (tidak menjalankan kewajiban sebagai istri, tidak patuh atau melawan kepada suaminya), suami berhak berindak dalam tiga tahapan: pertama, menasehatinya (fa ‘izhuhunna), kedua, pisah ranjang (wa ‘hjuruhunna fi al-madhaji’), ketiga, memukulnya (wa ‘dhribuhunna) . Zamakhsyari, alusi dan sa’id hawwa sepakat dengan pemahaman seperti ini dalam menghadapi istri nusyuz seperti apa yang terdapat dalam ayat tersebut. Hanya, langkah yang ke tiga,Zamakhsyari, alusi dan sa’id hawwa memberikan catatan bahwa pukulan yang dibenarkan adalah pukulan yang tidak menyakitkan (ghair mubarrih) yaitu pukulan yang tidak melukai, tidak mematahkan tualang dan tidak merusak muka.
B.   Surat AL-AHZAB ayat 35

Artinya :
“Sesungguhnya laki-laki muslimdan perempuan muslimah, laki-laki mukmin dan perempuan mukmin, laki-laki yang taat dan perempuan yang taat, laki-laki yang benar dan perempuan yang benar, laki-laki yang penyabar dan perempuan penyabar,laki-laki yang khusuk dan perempuan yang khusuk, laki-laki yang bersedekah dan perempuan yang bersedekah, laki-laki yang berpuasa dan perempuan yang berpuasa, laki-laki yang memelihara kemaluannya dan perempuan yang (juga) memelihara, laki-laki yang banyak berzikir (menyebut) allah dan perempuan yang banyak berzikir (menyebut) allah, allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.[6]
          Ayat diatas telah menyebutkan laki-laki dan perempuan dalam sifat-sifat yang sama. Menurut al-Biqa’i sebagaimana dikutip quraish menyatakan bahwa penyebutan sifat-sifat tersebut satu setelah lainnya amat serasi. Karna ayat ini dimulaikan dengan menyebut sifat umum yang melekat pada penganut agama yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. Dan menekankannya dengan kata (sesungguhnya), karena banyak orang munafik yang mengatogorikan apa yang diberitakan ini. Selanjutnya karna keislaman, kendati merupakan sifat yang tinggi.karna islam batin adalah iman yang sempurna. Pada setiap sifat yang disebutkannya ia mengatakan karna yang muslim dan yang mukmin bisa saja dalam beberapa amalan tidak mukhlis, maka disebutlah, al-qaanitin danal-qaanitaat untuk menggambarkan keikhlasan mereka dalam iman dan islamnya. Karna kata qunuut yang membentuk kata al-qaanitiin dan kata al-qaanitaat bisa berati keikhlasan an kesinambungan beramat, dan bisa juga berarti taat. Sifat berikut dapat disebut sebagai ash-shaadiqiin yakni orang2 yang bersifat benar,dan arti  ash-shaadiqaat dalam keikhlasan mereka taat. karena, ash-shidq adalah kebenaran yang merupakan ucapan dan perbuatan. Selanjutnya sifat yang mengisyaratkan bahwa yang tidak bersenambungan tidaklah ash-shaabiraat. Kemudian karena kesabaran bisa merupakan bawaan dan tabiat manusia, maka sifat berikutnya menggaris bawahi bahwa kesabaran tersebut mereka arahkan kepada allah. Yang dilukiskan dengan sifat kekhusuan, yakni al-khaasyi’iin dan al-khaasyi’aat. Selanjutnya, karna kekhusuan disini mengandung makna ketundukan dan ketenangan, bisa jadi tidak terpenuhi dengan banyaknya harta. Al-mutashaddiqin dan al-mutashaddiqaat, yakni, yang menafkahkan harta mereka guna mencari keridhoan allah, menafkahkannya dengan upaya bersungguh-sungguh sehingga diisyaratkan dengan huruf taa pada kata al-mutashaddiqiin, baik yang disederhanakan itu bersifat wajib maupun sunnah, secara rahasia maupun terang-terangan. Sifat berikutnya menekankan motivasi pengutamaan itu, yakitu ash-ashaaimiin dan ash-shaaimaat, selanjutnya karna berpuasa dapat menekankan nafsu seksual dan juga membangkitkannya. Maka disebutlah dengan sifat al-haafizhiina furuujahum wa al-haafizhaat. Yakni yang selalu memelihara kemaluannya dan juga perempuan yang juga selalu memelihara, yakni kehormatannya. Karna pemeliharaan ini hampir-hampir tidak dapat terlaksana secara sempurna kecuali dengan zikir, yaitu pengawasan secara terus menerus yang mengantar kepada  hudhur” kehadiran allah yang pasti dan “musyaahadah” penyaksian allah dalam benak.sifat terakhir yang disebut adz-dzakirin allah, yaitu menginggat allah dengan hati dan menyebut dengan lidah sambilmenghadirkan sifat-sifat allah yang sempurna dan agung.
          Sedangkan menurut Sayyid Quthub sebagaimana dikutip Quraish menafsirkan bahwa sifat-sifat yang disebut dalam ayat ini yaitu saling mendukung dalam pembentukan jiwa seorang muslim. Islam adalah penyerahan diri dan iman adalah pembenara, sehingga kedua nya masih saling berhubungan erat. Islam (penyerahan diri) adalah konskuensi dari iman (pembenaran), sedangkan penyerahan yang tulus akan melahirkan penyerahan diri. Quunut adalah ketaatan yang dilahirkan oleh islam dan iman. Ash-shidq kebenaran dan ketulusan. Selanjutnya ash-shabr (kesabaran) adalah sifat yang mutlak dimiliki oleh setiap yang menyandang akidah islamiah dan memikul akibat konse-kuensinya. Maka, setiap muslim memerlukan kesabaran dalam setiap langkahnya. Khusu’ adalah sifat kalbu dan anggota badan yang membuktikan keterpengaruhan hati merasakan kebesaran dan keagungan allah swt.
          Tafsir Jalalain, menurut imam jalaluddin al-mahalli dan imam jalaluddin as-suyuti menafsirkan ayat al-ahzab surat 35 yaitu:

“ (sesungguhnya laki-laki dari perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya)                           

(laki-laki dan perempuan yang benar dalam keimanannya)

(laki-laki dan perempuan yang sabar) didalam menjalankan ketaatan.

(laki-laki yang khusyuk) yang merendahkan diri.         

(dan perempuan yang khusyu’ laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya) dari hal-hal yang diharamkan.

(laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama allah telah menyediakan untuk mereka ampunan) dari perbuatan-perbuatan maksiat yang pernah mereka lakukan.

(dan pahala yang besar) bagi amal ketaatan mereka      [7]
Ini adalah penafsiran menurut imam jalaluddin al-mahalli dan imam jalaluddin as-suyuti didalam buku tafsir jalalain jillid II.

C.   Asbabun Nuzul
Surat an-Nisa’ ayat 34, terdapat asbabun nuzulnya yaitu “Dari hasan al basri bahwa datang seorang wanita kepada rosulullah, yang mengadukan suaminya yang menamparnya, maka rosulullah, bersabda (qishash). Lalu allah menurunkan ayat ini dan wanita itu pulang tanpa dilakukan qishash kepada suaminya. (HR.Ibnu Jarir)”[8]
Tentang konteks ayat ini di turunkan “Zamakhsyari menyebutkan peristiwa sa’ad bin ar-raba’ ibn amr dan istrinya habibah binti zaid ibn abi zuhair. Diriwayatkan bahwa habibah nusyuz terhadap suaminya, lalu sa’ad memukul habibah, dan habibah pun melaporkannya kepada ayahnya zaid. Ayahnya (habibah) pun melaporkan hal ini kepada nabi, Nabi menganjurkan habibah untuk membalas dengan setimpal (qishash)”[9].hal itu lah yang menyebabkan surat ini turun.
Surat al-Ahzab ayat 35, terdapat asbabun nuzulnya yaitu “Dari Ummu Imarah bahwa ia menghadap kepada rpsulullah dan berkata,”Selalu ku lihat segala sesuatu yang ada hanya untuk laki-laki saja, sedangkan wanita tidak pernah disebut-sebut”. Maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan oleh allah untuk laki-laki dan untuk wanita yang mukmin dan mukminah. (HR, Turmudzi)”[10]






BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
·        Dari pengalan surat an-nisa’ ayat 34 menyatakan bahwa laki-laki adalah seorang pemimpin bagi wanita, karena laki-laki telah memberi nafkah kepada wanita (istri). Maka wanita solehah, wanita yang taat kepada allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada di tempat. Jika istrinya nusyuz maka suami nasehatilah, pisahkan ranjang dan pukullah. Namun jika ia menaati kepada mu, maka jangan lah kamu mencari jalan untuk menyusahkannya, sesungguhnya allah baha besar lagi maha tinggi.
·        Dari pengalan surat al-ahzab ayat 35 menyatakan  (sesungguhnya laki-laki dari perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya), (laki-laki dan perempuan yang benar dalam keimanannya) (laki-laki dan perempuan yang sabar) didalam menjalankan ketaatan.(laki-laki yang khusyuk) yang merendahkan diri.(dan perempuan yang khusyu’ laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya) dari hal-hal yang diharamkan. (laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama allah telah menyediakan untuk mereka ampunan) dari perbuatan-perbuatan maksiat yang pernah mereka lakukan.(dan pahala yang besar) bagi amal ketaatan mereka.
·        Adapun asbanun nuzul nya surat an-nisa’ ayat 34 dan al-ahzab ayat 35. Mengapa surat an-nisa’ diturunkan, karna datang seorang wanita kepada rosulullah, yang mengadukan suaminya yang menamparnya, maka rosulullah, bersabda (qishash). Lalu mengapa surat al-ahzab di turunkan, karna ummu imarah berkata,”Selalu ku lihat segala sesuatu yang ada hanya untuk laki-laki saja, sedangkan wanita tidak pernah disebut-sebut”. Maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan oleh allah untuk laki-laki dan untuk wanita.

B.   Saran


[1] .QS, an-Nisa’(4): 34
[2] . Listiawati, tafsir ayat-ayat pendidikan. Palembang:Rafah Press.2013, Hlm. 191
[3] .Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan komtemporer.Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1997, Hlm.75
[4] . Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan komtemporer.Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1997, Hlm.75
[5] . Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan komtemporer.Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1997, Hlm.82
[6] . QS, al-Ahzab (33): 35
[7] .Imam Jalaluddin mahalli,Imam jalaluddin as-suyuti. Tafsir Jalalain.Bandung:Sinar Baru Algensindo,2010
[8] . Al-qur’an terjemah dan Asbabun Nuzul,surat An-nisa’.Pustaka Al-hanan. Ayat 34
[9] .Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan komtemporer.Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1997, Hlm.80
[10] . Al-qur’an terjemah dan Asbabun Nuzul,surat Al-ahzab.Pustaka Al-hanan. Ayat 35
 
DAFTAR PUSTAKA


·        Listiawati. 2013. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Palembang:Rafah Press
·        Ilyas Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-qur’an Klasik dan Komtemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
·        Al-mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-suyuti. 2010. Tafsir Jalalain, jilid II, Bandung: Sinar Baru Algensindo
·        Al-qur’an Terjemah dan Asbabun Nuzul. Pustaka Al-hanan
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar