MAKALAH TAFSIR
AYAT-AYAT TENTANG GENDER

DISUSUN OLEH:
MARGIANTI (13270058)
DOSEN PEMBIMBING:
Dr. LISTIAWATI, M.H.I
FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)
PALEMBANG
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahakan petunjuk, bimbingan dan kekuatan sehingga makalah ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat sebagai salah satu bahan
belajar dalam mata kuliah TAFSIR yang insyallah berguna dalam membantu proses belajar
mahasiswa. Makalah ini akan membahas TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG GENDER.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin
untuk menyajikan makalah yang baik, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi mahasiswa. Amin
Palembang,
APRIL, 2014
Penulis
(MARGIANTI)
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 3
A.
SURAT AN-NISA’ AYAT 34......................................................................... 3
B.
SURAT AL-AHZAB AYAT 35...................................................................... 9
C. ASBABUN NUZUL ........................................................................................ 13
BAB III
PENUTUP......................................................................................................... 11
A. Kesimpulan....................................................................................................... 15
B. Saran................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tafsir Ayat-Ayat Tentang Gender yaitu surat AN-NISA’ ayat 34 dan
surat AL-AHZAB ayat 35. Surat an-nisa’ ayat 34 yang membahas bahwa kaum
laki-laki itu merupakan seorang pemimpin bagi kaum wanita. Sehingga dalam
pewarisan kaum laki-laki lah yang mendapatkan bagian lebih banyak dari pada
wanita. Karena dari pembagian yang lebih tersebut akan di bagikan kepada
wanitanya (istri).
Surat al-ahzab ayat 35 yang membahas tentang sifat-sifat yang
dipersamakan. Jika seorang laki-lakinya muslim maka wanitanya pun muslimah,
jika laki-lakinya taat maka wanitanya pun akan taat. Jika laki-lakinya
memelihara kemaluannya maka wanitanya pun akan menjaga kemaluannya.
Laki-laki dan wanita dalam ayat tersebut menyebutkan bahwa keduanya
itu dalam sifat-sifat yang sama, karna untuk menekankan peranan kaum wanita.
Namun allah juga menyebutkan laki-laki untuk ditekankan persamaan. Persamaan dalam
segala amal kebijikan yang disebutnya serta dalam ganjaran yang menanti kedua
jenis kelamin tersebut, laki-laki dan perempuan.
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas atau sedikit
menguraikan tafsir ayat-ayat tentang gender yang terdapat pada surat an-nisa’
ayat 34 dengan al-ahzab ayat 35, yang pembahasanya mengenai kaum laki-laki
dengan perempuan, dan membahas tentang sifat-sifat yang dipersamakan oleh allah
terhadap kaum laki-laki dengan perempuan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa arti dan penafsiran dari
surat an-nisa’ ayat 34 ?
2.
Apa arti dan penafsiran dari surat al-ahzab ayat 35 ?
3.
Sebutkan asbabun nuzul surat an-nisa’ ayat 34 dan surat al-ahzab
ayat 35?
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir Ayat-Ayat Tentang Gender
Pengertian secara
umum, kata gender itu berasal dari bahasa inggris yang artinya jenis kelamin
dan gender memiliki arti secara umum yaitu perbedaan yang tampang antara
laki-laki dan perempuan.
A.
Surat AN-NISA’ ayat 34

Artinya :
“ kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena allah telah melebihkan sebagian
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, maka nasehati-lah mereka dan pisahkanlah mereka di
tempat tidur mereka, dan pukullah mereka, kemudian jika mereka menaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya allah maha
tinggi lagi maha besar.”[1]
Menurut Qurais bahwa
kata ar-rijaal adalah bentuk dari kata rajul yang artinya dengan
lelaki. Banyak para ulama yang mengatakan ar-rijaal dalam ayat ini
menujukan arti suami. Karena kata ar-rijaalu qawwaamuuna ‘alaa’ an-nisa’,
bukan menujukan arti laki-laki secara umum,
karna pernyataan dari ayat di atas “ karna mereka (para suami) menafkahkan
sebagaian harta mereka, yakni untuk istri-istri mereka.”[2]
Sedangkan menurut
Ibnu ‘Asyur dalam tafsirannya sebagaimana yang dikutip oleh Quraish bahwa
sepenggalan ayat diatas membahas secara umum tentang yakni pria dan wanita, dan
berfungsi sebagai pendahulu dari sepenggalan ayat tersebut. Tentang sikap dan
sifat-istri yang salehah. Kata qawwaamun adalah bentuk jama’ dari kata qawwaam
yang diambil dari kata qaama. Dalam ayat ini digunakan kata jama’ qawwaamun
yang sejalan dengan makna ar-rijaal yang berarti banyak laki-laki, dan
dapat diartikan juga dengan pemimpin. Allah swt. Menetapkan lelaki sebagai
pemimpin dengan mempertimbangan, yaitu: “Bimaa fadhadhala-llaahu ba’dhahum
‘alaa ba’dh” karna allah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang
lain, yakni masing-masing memiliki keistimewaan, namun keistimewaan laki-laki
lebih menunjung tugas kepemimpinan dari keistimewaan perempuan. Namun disisi
lain keistimewaan yang dimiliki perempuan pun
lebih menunjang tugasnya sebagai pemberi rasa damai tenan kepada lelaki,
dan lebih mendukung kefungsi untuk mendidik anak serta membesarkan
anak-anaknya.
Menurut
Murthadhamuthahhari sebagimana dikutip oleh Quraish yang menyatakan bahwa
“lelaki secara umum lebih besar dan lebih tinggi daripada perempuan, suara
laki-laki dan telapak tangganya lebih kasar, berbeda dengan suara dan telapak
tanggan perempuan, pertumbuhan perempuan lebih cepat dari pada laki-laki,tetapi
perempuan lebih mampu membentengi diri dari penyakit dibanding dengan
laki-laki, dan lebih cepat berbicara, bahkan dewasa dari pada laki-laki.
Rata-rata bentuk kepala laki-laki lebih besar dari pada perempuan, tetapi jika
dibandingkan dari segi bentuk tubuhnya, sebenarnya perempuan lebih besar.
Sedangkan kemampuan paru-paru lelaki menghirup udara lebih besar atau banyak
ketimbang perempuan, dan denyut jantung perempuan lebih cepat dari pada denyut
jantung laki-laki. Dengan kata lain bahwa keperluan menciptakan bentuk dan
bentuk tentunya disesuaikan dengan fungsi nya.”
Berdasarkan ayat
diatas menurut “Zamakhsyari, alusi dan sa’id hawwa sepakat menyatakan bahwa
suami adalah pemimpin terhadap istrinya dalam rumah tangga.”[3]
Landasan pendapat mereka adalah ar-rilaal qawwamuna ‘ala an-nisa. Oleh
Zamakhsyari kalimat tersebut ditafsirkan dengan yaqumuna ‘ala ar-ri’aya,
summu qawwaman lidzalik (kaum laki-laki berfungsi sebagai yang
memerintahkan dan melarang kaum perempuan sebagai pemimpin berfungsi terhadap
rakyatnya. Dengan fungsi itu laki-laki dinamai qawwam).
Dengan redaksi yang
berbeda Alusi menyatakan hal yang sama dengan Zamakhsyari: ai sya’nuhum
al-qiyamu ‘alaihinna qiyama al-wulati ‘ala ar-ra’yati bi al-amri wa annahyi wa
nahwi dzalik... (maksudnya tugas kaum laki-laki adlah memimpin kaum
perempuan sebagaimana pemimpin memimpin rakyatnya yaitu dengan perintah,
larangan dan yang semacamnya....). Sedangkan menurut Sa’id Hawwa menafsirkan
hal yang sama persis dengan redaksi Zamakhasyari.
“Zamakhsyari, Alusi
dan Sa’id Hawwa sepakat menafsirkan kata qawwam dengan pemimpin. Atas
dasar makna qawwam itulah mereka sepakat menyatakan bahwa dalam rumah tangga
suamilah yang menjadi pemimpin bagi istrinya.”[4]
Bagaimana Alasan mereka menyatakan kepemimpinan laki-laki yang terdapat
didalam ayat tersebut. “bi ma faddhalallahu ba’dhahum ‘ala ba’dh, wa bi ma
anfaqu minamwalihim” (oleh allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka).
Bagi Zamakhsyari
mempunyai dua alasan mengapa laki-laki yang memimpin perempuan dalam rumah
tangga. Pertama, karna kelebihan laki-laki atas perempuan. Kata ganti hum
pada kalimat bi ma faddhalallahu ba’dhahum ‘ala ba’dh. Menurut
zamakhsyari berlaku untuk keduanya
laki-laki dan perempuan , dengan demikian ayat tersebut berarti “ oleh karena
kelebihan yang diberikan allah kepada sebagian mereka, yaitu laki-laki atas sebagian
yang lain yaitu perempuan.” Alasan kedua adalah karena laki-laki membayar mahar
dan mengeluarkan nafkah keluarganya.
Begitu pula dengan
Alusi, dia juga mengemukakan dua alasan yang dia istilahkan dengan wahbi
dan kasabi. Yang pertama artinya kelebihan yang didapat (given) dari
Alla tanpa usaha. Sedangkan kedua berarti kelebihan yang diusahakan. Menurut
Alusi, didalam ayat tersebut tidak dijelaskan apa saja kelebihan laki-laki atas
perempuan. Hal itu menurutnya mengisyaratkan bahwa kelebihan laki-laki atas
perempuan sudah sangat jelas sehingga tidak memerlukan lagi penjelas
terperinci.
Pandangan Sa’id
Hawwa tentang mengapa laki-laki yang memimpin perempuan. Dia menggangap persis
dengan pendapat Zamakhsyari. Perbedaannya hanya bersifat reaksional belaka.
Nampaknya memang sa’id hawwan itu mengikuti zamakhsyari sepenuhnya, hanya saja
dalam hal ini ia menambahkan alasan lain, yaitu kesempatan laki-laki berpuasa
lengkap dibulan ramadhan dan sholat setiap hari, berbeda dengan perempuan, kana
perempuan memiliki alasan untuk haidh, nifas sehingga tidak bisa
melaksanankan berpuasa dan tidak bisa
melaksanakan sholat sepenuhnya.
Asghar pun
menyatakan bahwa pernyataan “ar-rijal qawwamun ‘ala an-nisa’ bukanlah
pernyataan yang normatif , tapi pernyataan yang kontekstual”[5].
Karna dia membangaun pendapatnya seperti itu dengan mengunakan argumen struktur
kalimat ar-rijal qawwamun ‘ala an-nisa’ tulisnya: al-qur’an hanya
menyatakan bahwa laki-laki adalah qawwam (pemberi nafkah atau pengatur
urusan keluarga) dan tidak menyatakan bahwa mereka harus menjadi qawwam.
Karna dapat dilihat bahwa qawwam adalah merupakan pernayataan
kontekstual, bukan normatif. Seandainya al-qur’an menyatakan bahwa laki-laki
harus menjadi qawwam, maka ia akan menjadi ebuah pernyataan normatif.
Zamakhsyari, alusi
dan sa’id hawwa sepakat menafsirkan bahwa perempuan perempuan yang saleh (fa
ashshalihat), dalam lanjutan ayat ini adalah perempuan-perempuan yang taat
(qanitat), melaksanakan kewajiban kepada suam, dan menjaga kehormatan
diri serta menjaga rumah tangga dan harta benda milik suami, tatkala para suami
tidak berada ditempat (hafizhat lil ghaib) termasuk juga menjaga rahasia
suami.
Namun ada sedikit
perbedaan pendapat alusi dengan yang lainnya. Kata qanitat bagi alusi
berarti perempuan-perempuan yang patuh pada allah dan suami-suami mereka.
Sedangkan Zamakhsyari dan Sa’id hawwa menafsirkan qanitat adalah
perempuan perempuan yang patuh kepada suaminya, sebagaimana yang diungkapkan
ayat diatas, tanpa menyebutkan terlebih dahulu patuh kepada Allah Swt.
Oleh karena itu
istri mempunyai kewajiban untuk patuh kepada suami sebagai pemimpin rumah
tangga, sebagaimana telah disebutkan diatas, maka apabila istri nusyuz
(tidak menjalankan kewajiban sebagai istri, tidak patuh atau melawan kepada
suaminya), suami berhak berindak dalam tiga tahapan: pertama, menasehatinya (fa
‘izhuhunna), kedua, pisah ranjang (wa ‘hjuruhunna fi al-madhaji’),
ketiga, memukulnya (wa ‘dhribuhunna) . Zamakhsyari, alusi dan sa’id
hawwa sepakat dengan pemahaman seperti ini dalam menghadapi istri nusyuz
seperti apa yang terdapat dalam ayat tersebut. Hanya, langkah yang ke
tiga,Zamakhsyari, alusi dan sa’id hawwa memberikan catatan bahwa pukulan yang
dibenarkan adalah pukulan yang tidak menyakitkan (ghair mubarrih) yaitu
pukulan yang tidak melukai, tidak mematahkan tualang dan tidak merusak muka.
B.
Surat AL-AHZAB ayat 35

Artinya :
“Sesungguhnya laki-laki muslimdan perempuan muslimah, laki-laki mukmin
dan perempuan mukmin, laki-laki yang taat dan perempuan yang taat, laki-laki
yang benar dan perempuan yang benar, laki-laki yang penyabar dan perempuan
penyabar,laki-laki yang khusuk dan perempuan yang khusuk, laki-laki yang
bersedekah dan perempuan yang bersedekah, laki-laki yang berpuasa dan perempuan
yang berpuasa, laki-laki yang memelihara kemaluannya dan perempuan yang (juga)
memelihara, laki-laki yang banyak berzikir (menyebut) allah dan perempuan yang
banyak berzikir (menyebut) allah, allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar.[6]
Ayat diatas telah
menyebutkan laki-laki dan perempuan dalam sifat-sifat yang sama. Menurut
al-Biqa’i sebagaimana dikutip quraish menyatakan bahwa penyebutan sifat-sifat
tersebut satu setelah lainnya amat serasi. Karna ayat ini dimulaikan dengan
menyebut sifat umum yang melekat pada penganut agama yang dibawa oleh nabi
Muhammad saw. Dan menekankannya dengan kata (sesungguhnya), karena banyak orang
munafik yang mengatogorikan apa yang diberitakan ini. Selanjutnya karna
keislaman, kendati merupakan sifat yang tinggi.karna islam batin adalah iman
yang sempurna. Pada setiap sifat yang disebutkannya ia mengatakan karna yang
muslim dan yang mukmin bisa saja dalam beberapa amalan tidak mukhlis, maka disebutlah,
al-qaanitin danal-qaanitaat untuk menggambarkan keikhlasan mereka
dalam iman dan islamnya. Karna kata qunuut yang membentuk kata al-qaanitiin
dan kata al-qaanitaat bisa berati keikhlasan an kesinambungan
beramat, dan bisa juga berarti taat. Sifat berikut dapat disebut sebagai
ash-shaadiqiin yakni orang2 yang bersifat benar,dan arti ash-shaadiqaat dalam keikhlasan mereka
taat. karena, ash-shidq adalah kebenaran yang merupakan ucapan dan
perbuatan. Selanjutnya sifat yang mengisyaratkan bahwa yang tidak
bersenambungan tidaklah ash-shaabiraat. Kemudian karena kesabaran bisa
merupakan bawaan dan tabiat manusia, maka sifat berikutnya menggaris bawahi
bahwa kesabaran tersebut mereka arahkan kepada allah. Yang dilukiskan dengan
sifat kekhusuan, yakni al-khaasyi’iin dan al-khaasyi’aat.
Selanjutnya, karna kekhusuan disini mengandung makna ketundukan dan ketenangan,
bisa jadi tidak terpenuhi dengan banyaknya harta. Al-mutashaddiqin dan al-mutashaddiqaat,
yakni, yang menafkahkan harta mereka guna mencari keridhoan allah,
menafkahkannya dengan upaya bersungguh-sungguh sehingga diisyaratkan dengan
huruf taa pada kata al-mutashaddiqiin, baik yang disederhanakan itu
bersifat wajib maupun sunnah, secara rahasia maupun terang-terangan. Sifat
berikutnya menekankan motivasi pengutamaan itu, yakitu ash-ashaaimiin dan
ash-shaaimaat, selanjutnya karna berpuasa dapat menekankan nafsu seksual
dan juga membangkitkannya. Maka disebutlah dengan sifat al-haafizhiina
furuujahum wa al-haafizhaat. Yakni yang selalu memelihara kemaluannya dan
juga perempuan yang juga selalu memelihara, yakni kehormatannya. Karna
pemeliharaan ini hampir-hampir tidak dapat terlaksana secara sempurna kecuali
dengan zikir, yaitu pengawasan secara terus menerus yang mengantar kepada “hudhur” kehadiran allah yang pasti dan
“musyaahadah” penyaksian allah dalam benak.sifat terakhir yang disebut adz-dzakirin
allah, yaitu menginggat allah dengan hati dan menyebut dengan lidah
sambilmenghadirkan sifat-sifat allah yang sempurna dan agung.
Sedangkan menurut
Sayyid Quthub sebagaimana dikutip Quraish menafsirkan bahwa sifat-sifat yang
disebut dalam ayat ini yaitu saling mendukung dalam pembentukan jiwa seorang
muslim. Islam adalah penyerahan diri dan iman adalah pembenara, sehingga kedua
nya masih saling berhubungan erat. Islam (penyerahan diri) adalah konskuensi
dari iman (pembenaran), sedangkan penyerahan yang tulus akan melahirkan
penyerahan diri. Quunut adalah ketaatan yang dilahirkan oleh islam dan
iman. Ash-shidq kebenaran dan ketulusan. Selanjutnya ash-shabr
(kesabaran) adalah sifat yang mutlak dimiliki oleh setiap yang menyandang
akidah islamiah dan memikul akibat konse-kuensinya. Maka, setiap muslim
memerlukan kesabaran dalam setiap langkahnya. Khusu’ adalah sifat kalbu
dan anggota badan yang membuktikan keterpengaruhan hati merasakan kebesaran dan
keagungan allah swt.
Tafsir Jalalain, menurut imam
jalaluddin al-mahalli dan imam jalaluddin as-suyuti menafsirkan ayat al-ahzab
surat 35 yaitu:
“ (sesungguhnya
laki-laki dari perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin,
laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya)
(laki-laki
dan perempuan yang benar dalam keimanannya)
(laki-laki
dan perempuan yang sabar) didalam menjalankan ketaatan.
(laki-laki yang khusyuk) yang merendahkan diri.




(dan
perempuan yang khusyu’ laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya)
dari hal-hal yang diharamkan.
(laki-laki
dan perempuan yang banyak menyebut nama allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan) dari perbuatan-perbuatan maksiat yang pernah mereka lakukan.
(dan pahala yang besar) bagi amal ketaatan mereka “[7]
Ini adalah penafsiran menurut imam jalaluddin al-mahalli dan imam
jalaluddin as-suyuti didalam buku tafsir jalalain jillid II.
C.
Asbabun Nuzul
Surat an-Nisa’ ayat 34, terdapat asbabun nuzulnya yaitu “Dari hasan
al basri bahwa datang seorang wanita kepada rosulullah, yang mengadukan
suaminya yang menamparnya, maka rosulullah, bersabda (qishash). Lalu allah
menurunkan ayat ini dan wanita itu pulang tanpa dilakukan qishash kepada
suaminya. (HR.Ibnu Jarir)”[8]
Tentang konteks ayat ini di turunkan “Zamakhsyari menyebutkan
peristiwa sa’ad bin ar-raba’ ibn amr dan istrinya habibah binti zaid ibn abi
zuhair. Diriwayatkan bahwa habibah nusyuz terhadap suaminya, lalu sa’ad memukul
habibah, dan habibah pun melaporkannya kepada ayahnya zaid. Ayahnya (habibah)
pun melaporkan hal ini kepada nabi, Nabi menganjurkan habibah untuk membalas
dengan setimpal (qishash)”[9].hal
itu lah yang menyebabkan surat ini turun.
Surat al-Ahzab ayat 35, terdapat asbabun nuzulnya yaitu “Dari Ummu
Imarah bahwa ia menghadap kepada rpsulullah dan berkata,”Selalu ku lihat segala
sesuatu yang ada hanya untuk laki-laki saja, sedangkan wanita tidak pernah
disebut-sebut”. Maka turunlah ayat ini sebagai penegasan bahwa segala sesuatu
yang dijanjikan oleh allah untuk laki-laki dan untuk wanita yang mukmin dan
mukminah. (HR, Turmudzi)”[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Dari pengalan surat an-nisa’ ayat 34 menyatakan bahwa laki-laki
adalah seorang pemimpin bagi wanita, karena laki-laki telah memberi nafkah
kepada wanita (istri). Maka wanita solehah, wanita yang taat kepada allah dan
memelihara diri ketika suaminya tidak ada di tempat. Jika istrinya nusyuz maka
suami nasehatilah, pisahkan ranjang dan pukullah. Namun jika ia menaati kepada
mu, maka jangan lah kamu mencari jalan untuk menyusahkannya, sesungguhnya allah
baha besar lagi maha tinggi.
·
Dari pengalan surat al-ahzab ayat 35 menyatakan (sesungguhnya laki-laki dari perempuan yang
muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap
dalam ketaatannya), (laki-laki dan perempuan yang benar dalam keimanannya)
(laki-laki dan perempuan yang sabar) didalam menjalankan ketaatan.(laki-laki
yang khusyuk) yang merendahkan diri.(dan perempuan yang khusyu’ laki-laki dan
perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya) dari hal-hal yang diharamkan.
(laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama allah telah menyediakan
untuk mereka ampunan) dari perbuatan-perbuatan maksiat yang pernah mereka
lakukan.(dan pahala yang besar) bagi amal ketaatan mereka.
·
Adapun asbanun nuzul nya surat an-nisa’ ayat 34 dan al-ahzab ayat
35. Mengapa surat an-nisa’ diturunkan, karna datang seorang wanita kepada
rosulullah, yang mengadukan suaminya yang menamparnya, maka rosulullah,
bersabda (qishash). Lalu mengapa surat al-ahzab di turunkan, karna ummu imarah
berkata,”Selalu ku lihat segala sesuatu yang ada hanya untuk laki-laki saja,
sedangkan wanita tidak pernah disebut-sebut”. Maka turunlah ayat ini sebagai
penegasan bahwa segala sesuatu yang dijanjikan oleh allah untuk laki-laki dan
untuk wanita.
B.
Saran
[1] .QS, an-Nisa’(4): 34
[2] . Listiawati, tafsir ayat-ayat pendidikan. Palembang:Rafah Press.2013,
Hlm. 191
[3] .Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan komtemporer.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar,1997, Hlm.75
[4] . Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan
komtemporer.Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1997, Hlm.75
[5] . Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan komtemporer.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar,1997, Hlm.82
[6] . QS, al-Ahzab (33): 35
[7] .Imam Jalaluddin mahalli,Imam jalaluddin as-suyuti. Tafsir
Jalalain.Bandung:Sinar Baru Algensindo,2010
[8] . Al-qur’an terjemah dan Asbabun Nuzul,surat An-nisa’.Pustaka
Al-hanan. Ayat 34
[9] .Yunahar Ilyas, femisi dalam kajian tafsir al-qur’an klasik dan
komtemporer.Yogyakarta:Pustaka Pelajar,1997, Hlm.80
[10] . Al-qur’an terjemah dan Asbabun Nuzul,surat Al-ahzab.Pustaka
Al-hanan. Ayat 35
DAFTAR PUSTAKA
·
Listiawati. 2013. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Palembang:Rafah
Press
·
Ilyas Yunahar. 1997. Feminisme dalam Kajian Tafsir Al-qur’an
Klasik dan Komtemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
·
Al-mahalli, Imam Jalaluddin dan Imam Jalaluddin As-suyuti. 2010.
Tafsir Jalalain, jilid II, Bandung: Sinar Baru Algensindo
·
Al-qur’an Terjemah dan Asbabun Nuzul. Pustaka Al-hanan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar