MAKALAH PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM
ABUL A’LA MAUDUDI

DISUSUN OLEH :
MARGIANTI (13270058)
DOSEN
PENGAMPU :
Hj EKA
WATI S.AG, M.Hom
FAKULTAS
TARBIYAH
PENDIDIKAN
GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah,
puji syukur penulis haturkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahakan petunjuk, bimbingan
dan kekuatan sehingga penulisan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. makalah ini dibuat
sebagai salah satu bahan belajar dalam mata kuliah Pemikiran
Moderen Dalam Islam dan syarat untuk pengambilan
nilai di semesrter empat ini yang sebagai bahan ujian akhir semester. yang
insyallah berguna dalam membantu mempermudah proses belajar mahasiswa.
Penulis telah berusaha
semaksimal mungkin untuk menyajikan pembuatan
makalah yang baik, dan Penulis ucapkan terimakasih semoga makalah ini
bermanfaat bagi
mahasiswa. Amin. Namun, penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah.
Untuk itu, penulis
sangat mengharapkan kritik
dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Palembang,
juni 2015
Margianti
DAFTAR ISI
Judul Halaman
Kata Pengantar
BAB I
Latar Belakang……………………………………………………………………… 1
Rumusan Masalah…………………………………………………………………... 3
BAB II
Biografi ABUL A’LA MAUDUDI…………………………………………………. 4
Karya – Karya ABUL A’LA MAUDUDI…………………………………….….… 7
Ide-Ide Pembaruan ABUL A’LA MAUDUDI…………………………………….. 13
BAB III
Kesimpulan………………………………………………………………………… 20
Saran……………………………………………………………………………….. 21
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Robohnya khilafah Islamiyah di Turki pada
tahun 1924 benar-benar menjadi pukulan sangat telak pada eksistensi ummat
Islam. Khalifah Islam di Turki yang merupakan jangkar terakhir kekuatan dan
simbol ummat, telah diobok-obok oleh Kamal At-Taturk, bapak sekularisme Turki
yang tak lain adalah antek Barat yang dipasang di jantung pusat kekuatan Islam”[1].
Runtuhnya khilafah pada 1924 mengakibatkan kehidupan Maududi mengalami
perubahan besar. Dia jadi sinis terhadap nasionalisme yang ia yakini hanya
menyesatkan orang Turki dan Mesir, dan menyebabkan mereka merongrong kesatuan
muslim dengan cara menolak imperium ‘Utsmaniah dan kekhalifahan
muslim.Disinilah Maududi menjadi lebih mengetahui kesadaran politik kaum
muslimin dan jadi aktif dalam urusan agamanya. Namun, saat itu fokus
tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan Islam. Abul A’la
Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada dasawarsa terakhir.
Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) di
Aurangabad, India Selatan, tepatnya pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H).
Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan
kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk
pandangan Maududi di kemudian hari.
Abul A’la al Maududi merupakan kaum pembaharu islam di era modern saat itu,
Abul A’la al Maududi merupakan tokoh yang paling produktif mengeluarkan ide-ide
pembaharuannya. Yang paling menarik dari tulisan-tulisannya adalah konsistensi
pemikirannya dan kemampuannya untuk menggabungkan dan menjalin seluruh
pemikiran pembaharuannya menjadi suatu sistem atau tata pikir yang benar-benar
terpadu. Di antara para pemikir Islam sib-kontinen (India dan Pakistan) seperti
Syekh Waliyullah, Sir Sayyid Ahmad Khan, Amir Ali, Yusuf Ali, Muhammad Iqbal,
Fazhur Rahman, an Nabawi dan lain-lain, hanya al Maududi yang menjunjung tinggi
Islam sebagai suatu sistem komprehensif
bagi kehidupan manusia di era modern saat itu. Namun, terkadang ada kritikkan
keras yang dilontarkan terhadap al- maududi,akan tetapi kritikkan keras itu
tidak sedikitpun menggoyahkan kemantapan tata berfikir al Maududi.
Sekitar tahun 1941, al Maududi mengembangkan pikirannya untuk membentuk
suatu gerakan yang lebih komprehensif, dan itulah yang menyebabkan ia
mendirikan organisasi Jama ‘ati Islami (Partai Islam) sekaligus merangkap
sebagai ketuanya hingga tahun 1972. Organisasi Jama ‘ati Islam
pimpinan al Maududi, pada hakekatnya merupakan gerakan kader-kader Islam dan
bukan menjadi gerakan massa. Namun, Dalam perjuangannya, ia
sering mengambil posisi berhadapan dengan pemerintahan Pakistan. Ketika negara
Pkistan berdiri pada tanggal 14 Agustus 1947, al Maududi pindah ke sana dan
mulai emusatkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk membangun negara Islam yang
benar-benar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam di daeah Pakistan, al-maududi
sangat berpegang tegguh pada tujuannya itu, ia banyak menulis untuk menerangkan
aspek-aspek yang berbeda dari jalan hidup Islam, terutama aspek-aspek
sosio-politik, maksud disini, al-maududi sangat berperan dalam aspek politik,
dalam pembaruaan yang di lakukan olehnya.
Al-maududi melihat keadaan negara Pakistan saat itu, yang cenderung tidak
konsisten dalam melaksanakan ajaran-ajaran Islam, dalam kehidupan bernegara. Yang
mana Negara tersebut didirikan atas nama Islam itu, namun kenapa dalam
menjalankan kehidupan bernegara tidak mengandung nilai nilai beragama ?. dan ada nya
keadaan ini sangat mendorong al Maududi untuk tampil sebagai pejuang yang
berupaya menjadikan Islam sebagai pandangan hidup dan sumber konstitusi di
negara itu. Menjadikan Negara itu menjadi Negara yang haruslah berideologi
tauhid, atas kedaulatan Tuhan dan sistem yang universal. Namun, pada saat itu
orang orang yang ada pada daerah tersebut bingung, ada yang mengagung agungkan demokrasi
Barat dan menunjukkan bahwa dengan demokrasi tersebutlah yang cocok menurut
islam, karena pada saat itu perkembangan modern barat berkembang dengan
demokrasi tersebut, sehingga banyak yang ingin mengikut ikuti ajaran dari
barat, yang menganggap bahwa di dalam demokrasi tersebut cocok menurut islam. Namun sebagian orang orang yang lain memandang bahwa
system teokrasi di Eropa adalah cerminan Islam. Di dalam
kebingungan-kebingungan tersebut, al-Maududi menawarkan sistem negara Islam
dengan istilahnya yang baru yakni theo-demokrasi dan teokrasi Islam serta
konsep-konsepnya yang cukup lengkap tentang negara. Maksud dari Theo Demokrasi adalah dengan Sistem pemerintahan, di
mana rakyat diberi kebebasan menyampaikan pendapatnya dengan tetap berpegang
teguh pada peraturan-peraturan Tuhan.
B. Rumusan Masalah
1.
Sebutkan Biografi Abul A’la Maududi ?
2.
Karya apa saja yang di lakukan oleh Al- Maududi ?
3.
Sebutkan Ide ide pembaruan yang dilakukan Al-Maududi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
BIOGRAFI ABUL A’LA MAUDUDI
“Abu al-A'la Maududi merupakan salah seorang ulama abad
ke-20 dan penggagas Jamaat e-Islami (Partai Islam) . Sayyid Abul A’la Maududi adalah figur penting dalam kebangkitan Islam pada
dasawarsa terakhir. Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India
Utara) di Aurangabad, India Selatan, tepatnya pada 25 September 1903 (3 Rajab
1321 H). Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan
kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk
pandangan Maududi di kemudian hari”[2].
Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Garis
keturunannya bersambung langsung dengan Khwaja Qutbu'ddin Maududi Chisti, dari
sini nama Maududi diambil, yang mendapat gelar sebagai syaikhul syuyukh
(guru-gurunya sufi) di India. Oleh karenanya, nama mereka selalu diembeli
sayyid. Dari ibunya, Ruqaiyah Begum, nasabnya berasal dari keluarga utama asal
Turki yang berimigrasi ke India pada saat Aurangzeb berkuasa dan pernah
menjabat pos penting di pemerintahan Mughal. Pada masa kecilnya, Maududi sangat
disayang oleh ayahnya
Ahmad Hasan, ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil
menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan
anak-anaknya. Ia berupaya membesarkan anak-anaknya dalam kultur syarif.
Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem
ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanya bahasa Arab,
Persia, dan Urdu. Karena itu, Maududi jadi ahli bahasa Arab pada usia muda.
Pendidikan formal Al-Maududi dimulai dari sekolah menengah Fauqaniyah yang
memadukan sistem pendidikan Barat modern dan Islam tradisional. Alasan kenapa
ayahnya tidak menyekolahkan anak-anaknya melalui jenjang-jenjang pendidikan
seperti lazimnya anak-anak yang lainnya. Selesai
di Madrasah Fauqaniyah, dia melanjutkan pendidikannya ke Perguruan Tinggi Darul
Ulum di Hyderabad. Ketika meniti pendidikan di Perguruan Tinggi ini ayahnya
meninggal sehingga menghambat studinya dan terpaksa dia berhenti dari studi
formalnya. Dia meneruskan pendidikannya secara otodidak dan mempertahankan hidupnya
dia terjun ke dunia jurnalistik.
Pada 1919 dia ke Jubalpur untuk bekerja di minggua partai pro Kongres yang
bernama Taj. Di sini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta
aktif memobilisasi kaum muslim untuk mendukung Partai Kongres. Kemudian Maududi kembali ke Delhi, Di Delhi, Maududi memiliki peluang untuk terus belajar
dan menumbuhkan minat intelektualnya. Ia belajar bahasa Inggris dan membaca
karya-karya Barat. Jami’at mendorongnya untuk mengenyam pendidikan formal
agama. Dia memulai dars-I nizami, sebuah silabus pendidikan agama yang populer
di sekolah agama Asia Selatan sejak abad ke delapan belas. Pada 1926, ia
menerima sertifikat pendidikan agama dan jadi ulama. Dan berkenalan dengan
pemimpin penting Khilafah seperti Muhammad ‘Ali. Bersamanya, Maududi
menerbitkan surat kabar nasionalis, Hamdard. Namun itu tidak lama. Selama
itulah pandangan politik Maududi kian religius. Dia bergabung dengan Tahrik-I
Hijrah (gerakan hijrah) yang mendorong kaum muslim India untuk meninggalkan
India ke Afganistan yang dianggap sebagai Dar al-Islam (negeri Islam).
Pada 1921 Maududi berkenalan dengan pemimpin Jami’ati ‘Ulama Hind
(masyarakat ulama India). Ulama jami’at yang terkesan dengan bakat maududi
kemudian menarik Maududi sebagai editor surat kabar resmi mereka, Muslim.
Hingga 1924 Maududi bekerja sebagai editor muslim. Disinilah Maududi menjadi
lebih mengetahui kesadaran politik kaum muslimin dan jadi aktif dalam urusan
agamanya. Namun, saat itu tulisan-tulisannya belum juga mengarah pada kebangkitan
Islam.
Pada Tahun 1943, Abul al-A’la al-Maududi mendirikan Jama’at Islami. Tujuan
dari organisasi tersebut adalah untuk mengadakan revolusi total dalam kehidupan
umat Islam berdasarkan pemahaman Islam yang benar dan bersih dari noda-noda yang
didatangkan oleh orang-orang yang tidak senang pada Islam. Organisasi tersebut
juga mengajak umat untuk menjadikan Islam sebagai undang-undang negara dan
memilih pemimpin tanpa adanya perselisihan.
20 september 1979 menjadi hari terakhir
Al-Maududi hidup didunia. Ia mengembuskan nafas terakhirnya disebuah rumah
sakit di New York. Banyak tokoh islam kontemporer yang hadir dalam pemakamannya
selain ribuan muslim. Al-Maududi mendapatkan penghargaan atas jasa jasanya di
medan dakwa, pemikiran dan mengabdian terhadap islam.
B.
KARYA KARYA ABUL A’LA MAUDUDI
Dunia jurnalistik merupakan karir pertama yang dijalani Al-Maududi setelah
putus sekolah, tepatnya sejak tahun 1920. Kemudian dia pindah ke Delhi. Pada
usia dua puluh enam tahun dia menerbitkan karya pertamanya Al-Jihad fi
Al-Islam yang banyak menarik perhatian kalangan. Tahun 1932 dia pindah ke
Hyderabad dan menerbitkan Tarjuman Al-Qur’an, jurnal bulanan yang
terkemuka di abad ke-19/20 sebagai corong untuk membangkitkan semangat umat
Islam
Tahun 1937 Al-Maududi menerima surat dari Iqbal yang berisi ajakan untuk
merekonstruksi yurisprudensi Islam. Keduanya bersepakat untuk bertemu dan untuk
merealisasikan cita-cita tersebut mereka memutuskan untuk tinggal di Punjab.
Tahun 1938 Al-Maududi berangkat ke Punjab, tetapi nasib berkata lain, sebulan
setelah tibanya Al-Maududi di sana Iqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Al-Maududi kemudian pindah ke Lahore dan Al-Maududi, dalam perkembangan masa
berikutnya, untuk mencanangkan gagasan-gagasannya tidak lagi menggunakan media
massa, tetapi lebih mengarah kepada hal-hal yang bersifat praktis, yaitu dengan
mendirikan Jama’at al-Islam. Dengan begitu hal hal yang akan ia perkembangkan
bisa dengan cara yang mudah.
Al-Maududi Pada tahun 1941 beliau mendirikan partai Jama’ati Islam
(Persatuan Islam), suatu perkumpulan yang terorganisasi dengan sangat baik dan
bertujuan untuk membentuk kembali masyarakat dan tertib Islam sedunia (baik
dalam arti politik, hokum maupun social). Walaupun pada mulanya ia menentang
segala jenis nasionalisme karenanya Al-Maududi pun menentang pembentukan Negara
Pakistan, namun akhirnya ia pindah juga ke Pakistan setelah terjadinya
pemisahan Pakistan dari India, di mana Jama’ati Islam sangat giat dalam bidang
politik.
Pendirian Jama’at Al-Islami didasarkan pada kekhawatiran akan eksistensi
umat Isalm di India. Dengan system demokrasi menyebabkan umat Hindu menjadi
mayoritas dan umat Islam menjadi minoritas yang berarti pula umat Islam akan
kehilangan peran mereka sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Jama’at
Al-Islami merupakan jawaban terhadap situasi yang problematis tersebut.
Al-Maududi memaksudkan Jama’at Al-Islami sebagai: “… perkumpulan orang-orang
yang berakar dalam nilai-nilai Islam untuk memberikan kepemimpinan dalam
menciptakan suatu masyarakat Islam” Tahun 1947 Pakistan memproklamirkan diri
sebagai Negara merdeka yang terpisah dari India. Jama’at-pun pindak ke
Pakistan. Pada satu sisi, Al-Maududi memang menentang nasionalisme, tetapi pada
sisi lain, dia dikondisikan pada dua pilihan yang tidak dapat dihindari. Untuk
menegakkan kepemimpinan masyarakat muslim di India hampir dapat dikatakan
mustahil (utopis). Di sinilah kemudian dia dituntut untuk lebih realistis.
“Jama’at Al-Islami terus
berupaya mentrasformasikan ideologinya. Hasinya, melalui tangan Al-Maududi
lahirlah berbagai: “… literatur tentang Islam dalam bahasa Urdu dan kini
sebagian besar telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Arab. Ia banyak
merekrut banyak cendikiawan Muslim Pakistan dan membina sendiri para kadernya””[3] Dengan berdirinya
Negara Islam Pakistan tidak berarti memuluskan ambisi Al-Maududi dan Jama’at
Al-Islaminya untuk menggolkan Islam sebagai konstitusi dan jalan hidup muslim.
Pada tanggal 4 Oktober 1948 dia sempat ditahan karena gerakannya yang dinilai
terlalu radikal. Berselang dua puluh bulan berikutnya dibebaskan, yaitu pada
Mei 1950. Tahun 1953 dia kembali ditahan bahkan divonis mati dengan tuduhan
menyebarkan selebaran gelap, tetapi kemudian, hukuman itu diremisi menjadi
hukuman seumur hidup, Pada tanggal 28 April 1955, atas keputusan Mahkamah
Agung, dia dibebaskan.Ketika Ayub Khan berkuasa, Jama’at Al-Islami secara resmi
dinyatakan sebagai partai terlarang, dan karena ketidakpatuhannya, maka untuk
ketiga kalinya Al-Maududi dijebloskan ke dalam penjara, yaitu pada tanggal 6
Januari 1964, tetapi pada akhirnya kasus ini bias dibawa ke Pengadilan Tinggi
untuk diadili secara jujur. Akhirnya larangan tersebut dicabut kembali dan pada
tanggal 9 Oktober 1964 dan Al-Maududi dibebaskan oleh Pengadilan Tinggi.
Pertentangan antara Al-Maududi dengan rezim Ayub Khan semakin menjadi-jadi,
bahkan untuk hal-hal yang tidak fundamental sekalipun. Misalnya, mengenai ru’yah
al-hilal untuk menentukan hari raya idul fitri. Al-Maududi berbeda pendapat
dengan pemerintah dalam menentukan hari raya idul fitri, dan karena itu, pada
tanggal 29 Januari 1967 dia kembali ditahan oleh rezim Ayub Khan dan pada
tanggal 15 Maret 1967 dibebaskan.
Adapun karya karya yang dimiliki oleh Al-Maududi, beliau meninggalkan banyak karya tulis dengan cakupan yang sangat luas. Diantara karyanya
adalah;
1.
Al-Jihad fi Al-Islam, karya pertama
Al-Maududi dalam bentuk buku. Ketika buku ini diterbitkan, usia Al-Maududi baru
26 tahun. Walaupun demikian, karya ini mendapat respon yang luas dan dinilai
revolusioner dan otoritatif dalam menjelaskan makna dan peran jihad.
2.
Manhaj Al-Inkilab Al-Islam,Setelah mempelajari
revolusi Perancis, Rusia, dan Turki, Al-Maududi menyimpulkan bahwa semua itu
tidak akan terwujud tanpa adanya perubahan mental dan kepribadian. Jadi di sini
tampak jelas perlunya revolusi diri sebelum melakukan revolusi social.
Selanjutnya Al-Maududi menguraikan pengertian dan cara-cara revolusi yang
dibenarkan Islam. Revolusi adalah suatu istilah dan cara dalam perjuangan
mengangkat derajat Islam.
3.
Al-Usus Al-Akhlaqiyah li
Al-Harakah Al-Islamiya. Dalam karyanya ini
Al-Maududi menekankan pentingnya etika di dalam pergerakan Islam. Asas berupa
etika inilah yang selama ini kurang diperhatikan oleh kebanyakan umat Islam.
Padahal suatu pergerakan yang tidak dilandasi etika yang benar hanya akan
menghasilkan kebobrokan belaka.
4. Tadzkirah
Do’at Al-Islam:Berisikan petunjuk bagi
para juru dakwah. Keberhasilan seorang pendakwah sangat ditunjang oleh
berbagai factor dan keadaan, diantaranya konsistensi, metode penyampaian, waktu
yang panjang, dan factor-faktor lainnya. Harus diingat bahwa manusia
diperintahkan untuk berusaha semaksimal mungkin, tetapi tidak diwajibkan untuk
berhasil. Keberhasilan berada di tangan Tuhan. Al-Maududi kemudian menjelaskan
beberapa sifat yang mesti dimiliki dan cara yang harus dilakukan oleh para
pendakwah, yang dengan keduanya itulah pelaksanaan tugasnya menjadi maksimal
dan diharapkan berhasil.
5.
The Laws of Marriage and Divorce
in Islam, Buku ini memuat
pembahasan masalah perkawinan dan perceraian dalam pandangan Islam. Perkawinan
lambang kedamaian dan perdamaian hidup yang diikat oleh cinta dan kasih saying.
Lihatlah nagaimana perkawinan mampu mempersatukan dua jiwa yang berbeda, yaitu
berupa ikatan kasih saying dalam rumah tangga. Dari rumah tanggalah
berangkatnya kedamaian dan perdamaian yang lebih luas, allah memperbolekan perceraian, namun allah
juga membencinya.
6.
Nazhariyah Al-Islam As-Siyasah, Buku ini diawali
dengan pelurusan atas konsepsi politik Islam yang salah. Menurut Al-Maududi,
politik Islam tidak bergantug kepada trend politik tertentu, melainkan dari
secara indipenden. Islam mendasarkan konsep politiknya pada ajaran tauhid.
Semua seluk beluk pemerintahan dan perpolitikan sudah termuat di dalam Alquran.
Maka tidak pada tempatnya jika system pemerintahan masih diperdebatkan.
7. Human Rights in Islam, Al-Maududi merumuskan
tawaran Islam tentang HAM, yang ternyata Islam sudah membicarakannya sejak awal
kedatangannya. Selain itu, Al-Maududi juga menganjurkan , apa yang menjadi
landasan HAM, sehingga mereka tidak terjebak pada HAM-HAM semu ciptaan manusia
yang dikira lebih baik dari hukum Allah padahal justru menyesatkan..
8.
The Islamic Laws and Constitution karya Al-Maududi yang membicakan, secara konseptual, masalah system politik
Islam yang kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang bersifat praktis.
Kesempurnaan Islam harus dirumuskan ke dalam konsep-konsep dan dilaksanakan
sesuai dengan rumusan-rumusan tersebut.
9.
Islamic Way of Life, embahasan mengenai
sifat-sifat dasar kehidupan individual dan sosial umat Islam. Di dalam buku ini
dijelaskan system moral, social, politik, dan ekonomi Islam yang berpijak pada
pandangan mengenai kosep kehidupan islami.
10. The Fundamentals of
Islam, Buku ini merupakan kumpulan ceramah-ceramah Al-Maududi yang berisikan
pembahasan khusus mengenai aspek-aspek yang fundamental dalam Islam, yaitu
tauhid. Pembahasan pertama dalam buku itu mengenai kedudukan pengetahuan dan
tauhid. Selanjutnya dia menguraikan masalah Islam, shalat, puasa, zakat, haji,
dan jihad[4].
11. Al-Khilafah wa Al-Mulk, Pemerintahan Islam
adalah Negara Islam, dan Negara Islam adalah Negara Dunia (world state),
bukan Negara bangsa (nation state). Islam mendasarkan sistem
pemerintahannya pada kepengaturan dan keteraturan alam semesta. Oleh karena
itu, semua orang yang bersedia tunduk di bawah hukum Allah mempunyai hak dan
kewajiban yang setara di hadapan-Nya. Mereka mempunyai kesempatan yang sama,
tidak ada yang lebih mulia kecuali karena kadar ketakwaannya. Menurut
Al-Maududi, penyimpangan pertama dalam politik Islam sudah ada sejak pada masa
pemerintahan Bani Umayyah.
Adapun karya karya yang lain milik Abul A’la Maududi
1. Nationalism and India, yang berisikan kritik tajam terhadap nasionalisme,
2. Islam: Its Meaning and Message, yang
membicarakan masalah asas-asas Negara Islam, tujuan didirikan dan seluk
beluknya.
Al-Maududi adalah penulis yang sangat produktif. Dia telah menghasilkan
puluhan tulisan yang berisikan berbagai pembahasan. Selain karya-karyanya
tersebut di atas masih banyak karya-karyanya yang lain. Untuk itu Pemikiran dan reformasi dari suatu keadaan akan selalu terjadi dimana saja,
kapan saja dan dalam bentuk apa saja. Reformasi dalam konteks ini mempunyai
ragam dan bentuknya, setidaknya ada tiga kecenderungan dari reformasi itu
sendiri. Pertama, kecenderungan untuk
mempertahankan sistem dari abad-abad permulaan Islam sebagai sesuatu sistem
yang benar dan tentunya setelah dibersihkan dari bid'ah, kedua, kecenderungan dalam
usaha untuk membangun kembali ajaran yang benar. ketiga, kecenderungan dalam
berpegang teguh kepada dasar-dasar ajaran Islam yang diakui pada umumnya,
tetapi tidak menutup pintu bagi pandanganp-andangan baru yang biasanya datang
dari Barat. Dari tiga kecenderungan itu, dapat diketahui bagaimana
konsep yang dibangun Abul A’la al-Maududi dalam pemikiran politiknya.
C.
IDE IDE PEMBARUAN ABUL A’LA MAUDUD
Maududi pun berupaya mencari faktor penyebab semakin pudarnya kekuasaan
muslim. Dia berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh
masuknya adat istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran
sejatinya. Karenanya Maududi mengusulkan pembaharuan Islam kepada pemerintahan
saat itu, namun tidak digubris. Hal ini mendorong Maududi mencari solusi
sosio-politik menyeluruh yang baru untuk melindungi kaum muslimin.[5]
Sudah menjadi semacam kebiasaan dikalangan orang-orang tertentu untuk
mengindetikkan Islam dengan salah satu sistem (politik) yang sedang menjadi
model pada masanya. Maka pada saat sekarang pun terdapat orang-orang yang
mengatakan bahwa Islam adalah suatu (sistem) demokrasi dan dengan pernyataan
ini mereka menyatakan bahwa di antara Islam dan demokrasi yang dikenal di Barat
sama sekali tidak ada perbedaannya. Orang-orang lain menyatakan bahwa Komunisme
tidak lain adalah Islam juga dalam versinya yang terakhir dan yang
disempurnakan, dan karenanya sudah selayaknya jika kaum Muslimin mau mengikuti
pengalaman Komunis di Soviet Rusia. Disamping itu masih ada juga orang-orang
lain yang berprasangka bahwa dalam Islam terdapat unsur-unsur kediktatoran dan
karenanya kita harus menghidupkan kembali sikap budaya “Ta’at kepada Amir”
(Pemimpin). Semua orang itu, yang karena kurang mengetahui dan
kesalahfahamannya beranggapan bahwa apa yang mereka kemukakan itu adalah
identik dengan Islam, senantiasa dalam kebingungan jika ditunjukkan bukti bahwa
sebenarnya Islam mencakup unsur-unsur dari segala macam pemikiran dan tindakan
sosio-politik kontemporer.
Sebab itulah Al-Maududi menginginkan pembaruan dalam politik. Karena banyak anggapan anggapan dan ajaran
ajaran yang menyimpang dan melatar belakangi atas nama islam. Pemikiran pembaruan politik
al-Maududi tentang kenegaraan didasari oleh tiga dasar keyakinan yaitu:
1.
Islam adalah suatu agama yang
paripurna
2.
Kekuasaan tertinggi, yang dalam
istilah politik disebut kedaulatan adalah pada Allah dan umat manusia hanyalah
pelaksana kedaulatan Allah sebagai khalifah Allah di bumi.
3.
Sistem politik islam adalah suatu
sistem universal dan tidak mengenal batas-batas dan ikatan-ikatan geografi,
bahasa dan kebangsaan.
Berdasarkan tiga dasar keyakinan
atau anggapan tersebut, maka lahirlah suatu konsep sistem politik Islam yang
digagas oleh Al-Maududi yaitu Konsep
theo-demokrasi yang dituangkan dalam bukunya Al-Khilafah wa al-Mulk (Khilafah
dan Kerajaan) yang terbit di Kuwait tahun 1978.
konsep theo-demokrasi adalah akomodasi ide theokrasi
dengan ide demokrasi. Secara esensial, konsep theo-demokrasi berarti bahwa
Islam memberikan kekuasaan kepada rakyat, akan tetapi kekuasaan itu dibatasi
oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, theo-demokrasi
adalah sebuah kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Namun,
ini tak berarti al-Maududi menerima secara mutlak konsep theokrasi dan
demokrasi ala Barat. Al-Maududi dengan tegas menolak teori kedaulatan rakyat (inti
demokrasi), berdasarkan dua alasan. Pertama, karena menurutnya kedaulatan
tertinggi adalah di tangan Tuhan. Tuhan sajalah yang berhak menjadi pembuat
hukum (law giver). Manusia tidak berhak membuat hukum. Kedua, praktik
“kedaulatan rakyat” seringkali justru menjadi omong kosong, karena partisipasi
politik rakyat dalam kenyataannya hanya dilakukan setiap empat atau lima tahun
sekali saat Pemilu. Sedang kendali pemerintahan sehari-hari sesungguhnya berada
di tangan segelintir penguasa, yang sekalipun mengatasnamakan rakyat,
seringkali malah menindas rakyat demi kepentingan pribadi.
Namun demikian, ada satu aspek demokrasi yang diterima
Al-Maududi, yakni dalam arti, bahwa kekuasaan (Khilafah) ada di tangan setiap
individu kaum mukminin. Khilafah tidak dikhususkan bagi kelompok atau kelas
tertentu. Inilah, yang menurut Al-Maududi, yang membedakan sistem Khilafah
dengan sistem kerajaan. Dari sinilah Al-Maududi lalu menyimpulkan, Dan ini
pulalah yang mengarahkan khilafah Islamiyah ke arah demokrasi, meskipun terdapat
perbedaan asasi antara demokrasi Islami dan demokrasi Barat.
Pada dasarnya Al-Maududi menjelaskan bahwa
lembaga-lembaga kekuasaan negara dibagi menjadi tiga lembaga Negara yaitu:
legislatif, Eksekutif dan yudikatif (Trias Politika), dengan ketentuan sebagai
berikut:
1.
Legislatif
Legislatif merupakan lembaga yang berdasarkan
terminologi fiqh disebut sebagai lembaga penengah dan pemberi fatwa (ahl
al-hall wa al-‘aqd). Bahwa suatu negara yang didirikan dengan dasar kedaulatan
de jure Tuhan tidak dapat melakukan legislasi yang bertolak belakang dengan
Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sekalipun konsensus rakyat menuntutnya. Dari
perintah-perintah ini, maka secara otomatis timbul prinsip bahwa lembaga
legislatif dalam Negara Islam sama sekali tidak berhak membuat perundang-undangan
yang bertentangan dengan tuntunan-tuntunan Tuhan dan Rasulnya.
2.
Eksekutif
Dalam suatu Negara Islam, tujuan sebenarnya dari
lembaga eksekutif adalah untuk menegakkan pedoman-pedoman Tuhan yang
disampaikan melalui Al-Qur’an dan Al-Sunnah serta untuk menyiapkan masyarakat
agar mengakui dan menganut pedoman-pedoman ini untuk dijalankan dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
3.
Yudikatif
Lembaga yudikatif yang dalam terminologi hukum Islam
dikenal sebagai Qadha juga diisyaratkan maknanya oleh pengakuan atas
kedaulatan de jure dari Tuhan yang maha kuasa. Jadi lembaga
yudikatif menekankan bahwa orang-orang yang tidak memutuskan perkara sesuai
dengan hukum Ilahi adalh orang-orang kafir, dzalim, dan fasik.
Setelah itu, harus ditekankan bahwa pengadilan-pengadilan hukum dalam suatu
negara Islam ditegakkan untuk menegakkan hukum Ilahi dan bukan untuk
melanggarnya sebagaimana yang dilakukan dewasa ini dihampir semua negara muslim.
Tentang struktur pemerintahan, Maududi memandang bahwa
struktur yang telah diterapkan oleh Rasulullah SAW dan Khulafa ar-Rasyidin
adalah struktur pemerintahan yang dapat pula dijalankan di abad modern ini
karena struktur itu merupakan struktur ideal yang dibangun di awal pemerintahan
Islam. Oleh karenanya hukum atau undang-undang yang harus diberlakukanpun
adalah syari'at Islam secara apa adanya sebagaimana yang dijalankan di awal
tradisi Islam tanpa perlu adanya ijtihad karena Islam merupakan sistem yang
komprehensif dan sesuai dengan situasi dan kandisi zaman. Dengan demikian, apa
yang menjadi idealisme besar Maududi yaitu ingin menjadikan Islam kembali
sebagai way of fife akan dapat direalisasikan.
Substansi dari ajaran Islam merupakan hal yang utama
daripada simbol-simbol Islam itu sendiri, Ajaran Islam dapat disesuaikan dengan
segala zaman. Oleh karenanya dalam rangka mencari solusi dari suatu hal yang
baru diperlukan ijtihad dengan tetap mengacu kepada dua sumber hukum Islam
yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah. Kedaulatan berada di tangan rakyat, karena
system pemerintahan merupakan urusan yang bersifat mua'malah dan manusialah
yang harus menjalankan system pemerintahan dari suatu negara.
Terkait dengan pembahasan diatas ada beberapa hal yang dapat dikemukakan
dan digambar dari pemikiran politik al-Maududi:
1.
seluruh produk pemikiran Al-Maududi bertitik tolak dari tauhid. Dia selalu
menekankan hukum ilahiah sebagai landasan bagi manusia untuk menjalani
kehidupan di dunia ini. Segala konsep yang ada di muka bumi ini harus merujuk
kepada konsep langit. Hak dan potensi manusia hanya bersifat fungsional dan
pengembangan, bukan penciptaan, dengan perkataan lain, manusia sama sekali
tidak berhak membuat undang-undang sendiri. Bumi adalah milik Allah, hanya
Allah yang Maha Mengetahui, oleh karena itu, hanya Dia pula yang lebih
mengetahui apa yang terbaik bagi manusia.
2.
Al-Maududi memiliki pemikiran yang integral dan sistematis. Integralitas
pemikirannya dapat dilihat dari titik tolak pemikiran dan konsep-konsep yang
dirumuskannya yang tidak pernah lepas dari pandangannya mengenai tauhid.Selain
integral, pemikiran Al-Maududi juga sistematis. Hampir pada setiap lembar karya
tulisnya dirumuskan sedemikian rupa, sehingga menjadi runtut dan mudah
dipahami. Alur bahasan diatur secara kronologis. Uraian dari satu bab ke bab
berikutnya saling berkaitan. Dari tulisan-tulisan dan ceramah-ceramahnya itulah
menunjukkan bahwa dia seorang yang berpikiran sistematis.
3.
Al-Maududi adalah seorang yang konsisten dan konsekuen. Konsisten, karena
dia memegang teguh keyakinannya dan konsekuen, karena semua gagasannya selalu
diiringi dengan tindakan nyata. Jama’at Al-Islami adalah contoh kongkrit
yang membuktikan semua itu, terlepas dari berhasil atau gagalnya organisasi ini
menanamkan benih ideologinya.
Pikiran politiknya pada intinya untuk mencapai kesejahteraan penduduk
secara umum. Dalam konsepnya tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, daerah
geografi, dan disatukan oleh sebuah ideologi Islam sehingga hak mayoritas dan
hak minoritas dapat terjamin. Ia pun menyeimbangkan antara hak negara dan hak
individu, sehingga negara tidak berkuasa mutlak atas penduduknya dan individu
mempunyai kewajiban untuk membantu negara.
Kemudian al maududi menjelaskan tentang dasar-dasar hukum Islam yang
terangkum dalam 9 poin yaitu:
1.
Menjunjung tinggi dustur ilahi.
2.
Adil diantara umat manusia.
3.
Prinsip persamaan diantara kaum muslimin.
4.
Tanggung jawab pemegang kekuasaan.
5.
As-Syura.
6.
Taat dalam hal kebaikan
7.
Anjuran untuk tidak meminta kekuasaan
8.
Tujuan adanya negara Islam
9.
Al-amr bil ma’ruf wa nahyu an al-Munkar.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Abul A’la Maududi lahir di Aurangabad, India
Selatan, tepatnya pada 25 September 1903 (3 Rajab 1321 H). Ayahnya bernama Ahmad Hasan, Ayahnya sangat
menyayangi Al-Maududi, sampai ia mendidiknya sendiri dengan landasan agama
islam. (tauhid) sampai Abul A’la Maududi benar benar paham. Dan usahanya
berhasil. Hingga Al-Maududi menajdi seorang ulama dengan pendidikan yang beliau
lewati.
Karya karya milik Abul A’la Maududi berupa buku, yang meyoritas membahas
tentang kewarganegaraan dan politiknya. Namun, di landasi atas agama islam dan
realita kehidupan pada saat itu. Karya milik Abul A’la Maududi, Al-Jihad fi Al-IslamManhaj Al-Inkilab Al-Islam, Al-Usus Al-Akhlaqiyah
li Al-Harakah Al-Islamiya, Tadzkirah Do’at
Al-Islam, The Laws of Marriage
and Divorce in Islam, Nazhariyah Al-Islam
As-Siyasah, Human Rights in Islam, The Islamic Laws and
Constitution, The Fundamentals of
Islam, Al-Khilafah wa Al-Mulk. Adapun karya karya yang lain
milik Abul A’la Maududi adalah : Nationalism and India, Islam: Its Meaning and
Message,
Karena pada saat itu islam semakin pudar dalam kekuasaan muslim. Al-Maududi berkesimpulan, selama berabad-abad Islam telah dirusak oleh masuknya adat
istiadat lokal dan masuknya kultur asing yang mengaburkan ajaran sejatinya. Sehingga Maududi mengusulkan
pembaharuan Islam kepada pemerintahan saat itu, namun tidak digubris. Hal ini
mendorong Maududi mencari solusi sosio-politik menyeluruh yang baru untuk
melindungi kaum muslimin. Pemikiran pembaruan
politik al-Maududi tentang kenegaraan didasari oleh tiga dasar keyakinan yaitu:
1. Islam adalah suatu agama yang paripurna.
2.
Kekuasaan tertinggi, yang dalam
istilah politik disebut kedaulatan adalah pada Allah dan umat manusia hanyalah
pelaksana kedaulatan Allah sebagai khalifah Allah di bumi.
3.
Sistem politik islam
Dan Maududi menyatakan juga atas konsep
pemikirannya tentang Konsep theo-demokrasi maksud disisni adalah akomodasi ide theokrasi dengan ide demokrasi. bahwa Islam
memberikan kekuasaan kepada rakyat, akan tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh
norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, theo-demokrasi adalah
sebuah kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
http://wardahthoyyibatul.blogspot.com
Mahmud Mohammad, dkk, Pemikiran Islam, 2002,
Jakarta, Erlangga
Mutaqin Imam, Devolusi Negara Islam, 2000,
Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Mohammad Achsin, Dasar-Dasar Negara Islam,
1984, Bandung Pustaka
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia

v
BalasHapus